Kamis, Mei 08, 2008

Luangkan Waktumu untuk Anakkmu

Ini Bukan Cerita Sinetron!! Tapi Renungan Bagi Anda Yang Sudah Punya Anak

Seperti biasa Rudi, Kepala Cabang di sebuah perusahaan
swasta terkemuka dSeperti biasa Rudi, Kepala Cabang di sebuah perusahaan
swasta terkemuka di
Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak
seperti biasanya, Imron,
putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang
membukakan pintu. Ia
nampaknya sudah menunggu cukup lama.
"Kok, belum tidur?" sapa Rudi sambil mencium anaknya.
Biasanya, Imron memang
sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika
ia akan berangkat ke kantor
pagi hari. Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang
keluarga, Imron menjawab,
"Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa
sih gaji Ayah?"
"Lho, tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang
lagi, ya?"
"Ah, enggak. Pengen tahu aja."
"Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah
bekerja sekitar 10 jam, dan
dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata
dihitung 25 hari kerja. Jadi,
gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?"
Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja
belajar, sementara
ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika
Rudi beranjak menuju
kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari
mengikutinya.
"Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10
jam, berarti satu jam ayah
digaji Rp 40.000,- dong," katanya.
"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,"
perintah Rudi.
Tetapi Imron tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya
berganti pakaian, Imron
kembali bertanya,
"Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?"
"Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta
uang malam-malam begini?
Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah."
"Tapi, Ayah..." Kesabaran Rudi habis.
"Ayah bilang tidur!" hardiknya mengejutkan Imron. Anak
kecil itu pun berbalik
menuju kamarnya. Usai mandi, Rudi nampak menyesali
hardikannya. Ia pun menengok
Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum
tidur. Imron didapatinya
sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp
15.000,- di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu,
Rudi berkata,
"Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron. Buat apa
sih minta uang malam-malam
begini? Kalau mau beli mainan, besok\' kan bisa.
Jangankan Rp 5.000,- lebih dari
itu pun ayah kasih."
"Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku
kembalikan kalau sudah
menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini."
"Iya,iya, tapi buat apa?" tanya Rudi lembut.
"Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main
ular tangga. Tiga puluh
menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu
sangat berharga. Jadi, aku
mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp
15.000,-. Tapi karena Ayah
bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka
setengah jam harus Rp 20.000,-.
Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau
pinjam dari Ayah," kata Imron polos.
Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya
bocah kecil itu erat-erat,dan secara tak sadar air
mata menetes dari dirinya.
Saya tidak tahu apakah kisah di atas fiktif atau kisah
nyata. Tapi saya tahu kebanyakan anak-anak orang kantoran maupun
wirausahawan saat ini memang merindukan saat-saat bercengkerama dengan orang tua
mereka. Saat dimana mereka tidak merasa "disingkirkan" dan diserahkan
kepada suster, pembantu atau sopir. Mereka tidak butuh uang yang lebih banyak.
Mereka ingin lebih dari itu. Mereka hanya ingin merasakan sentuhan kasih-sayang Ayah dan
Ibunya. Semoga Bermanfaat, bagaimana bila anda pada posisi sebagai AYAH ???

Tidak ada komentar: